Kamis, 04 April 2013

Pendidikan Indonesia

Tahukah anda, bahwa pendidikan di Indonesia itu mencapai peringkat yang rendah. Padahal, ketika zaman Soekarno pendidikan di Indonesia mencapai peringkat puluhan. Bahkan, lebih tinggi dari malaysia, tapi kalo sekarang kita jauh berada di bawah malaysia. Menyedihkan bukan? Kenapa bisa terjadi? Mungkin karena pemimpin-pemimpin sekarang yang telah banyak makan gaji buta. Bahkan, pernah lembar jawaban UN pun sangat tipis hingga jika sekali kita hapus maka akan sobek. Yang saya tanyakan adalah kemanakan uang yang bertriliun-triliun itu?
Di sekolah, kita belajar banyak mata pelajaran, guru-guru memaksa kita untuk mendapatkan nilai bagus. Padahal belum tentu kita bisa mendapatkan nilai bagus dan sebenarnya kita ini bukan komputer yang jika disave maka akan langsung tersimpan. Kalau dipikir-pikir apakah seorang guru dengan mata pelajaran tertentu dapat memahami pelajaran lainnya? Tentu tidak, bukan? Walaupun ada, itupun hanya sebagian kecil. Contoh, jika seorang guru matematika dites tentang pelajaran sejarah, akankah dia mendapat nilai yang bagus? Belum tentu bukan? Sebenarnya guru-guru itu mengajar kita tentang bagaimana cara menjadi guru, bukan bagaimana cara mendidik murid agar menjadi insan yang baik dan sukses di masa depan.
Apakah kalian sering tertekan karena nilai anda akan kecil jika tidak belajar? Saya selalu merasa aneh, apakah kita sekolah hanya untuk mendapatkan nilai dan ijasah? Kalau kita dapat memaknai kata “bersekolah", kita akan mendapatkan lebih dari itu. Kita akan mendapatkan pertemanan, persahabatan, bahagia, sedih, pengalaman, ilmu, dan lebih banyak lagi. Banyak orang yang nilai sekolahnya jelek tapi dia lebih sukses dari orang yang nilainya sangat besar, Mengapa? Karena dia kreatif dan banyak teman yang selalu mendukungnya. Banyak pula orang yang sukses di sekolahnya namun ketika dewasa dia hanya menjadi pegawai negeri biasa. Hal itu terjadi karena, nilai bukan segalanya, yang menentukan sukses tidak itu kita sendiri.
 Sebenarnya dalam mata pelajaran, kita harus memahami intinya, bukan menghafal kata-kata yang panjang sedangkan kita tidak mengetahui artinya. Hal itu sama saja kita menghafal Al-Qur'an tapi tidak mengetahui artinya sama sekali. Dan yang paling sulit yaitu ketika kita menghafal rumus matematika, jika kita menghafal belum tentu kita dapat mengerjakan soal yang lainnya. Namun, jika kita memahami inti dari rumus itu, insya Allah kita akan dapat mengerjakannya.
Saya hampir selalu bertanya-tanya dalam pikiran, kenapa kita tidak memperbanyak praktek daripada teori? Mungkin, sekolah sekarang  hampir semuanya memperbanyak teori dan hampir melupakan praktek. Padahal menurut saya, hal yang terpenting itu praktek karena, "experience make it perfect". Contoh, jika kita sudah pernah mengalami kegagalan dalam melakukan apapun, kita pasti tidak mau mengulangi untuk yang kedua kalinya.
Di sekolah saya ada seorang guru yang ketika masuk kelas dia melihat kelas kotor dan berantakan. Namun, dia membersihkannya dan merapihkannya. Yang anehnya ketika dia masuk ke kelas dia selalu merapihkan kelas karena, mungkin kelasku selalu kotor. Guru tersebut telah mencontohkan tentang "jagalah kebersihan" tidak hanya dengan teori, namun mempraktekannya di kesehariannya, hal itulah yang sebenarnya kita butuhkan. Guru tersebut tidak memprioritaskan nilai sebagai tujuan utama murid, dia akan memberikan nilai berapapun asal murid mau berusaha dan jujur walaupun nilainya jelek. Guru sekolah saya yang lain tidak pernah sekalipun melakukan hal itu, mereka hanya masuk kelas, tidak peduli walaupun kelas kotor, ngajar, nulis, lalu kembali ke ruang guru.
Saya bertanya kenapa pengambilan jurusan IPA, IPS dan lainnya harus ketika SMA? Menurut saya, sebaiknya kita mengambil jurusan ketika anak sudah mengetahui potensinya, tentunya dengan dukungan orang tua. Kita mungkin sering ketika mendapat nilai jelek orang tua akan berkata "belajar! belajar! belajar!" dan sebenarnya kita juga stres harus gimana. Dan hal yang paling aneh ketika kita mendapat nilai bagus maka kita dibiarkan sedangkan kalau kita mendapat nilai jelek kita harus les.
Bukankah sebaiknya kemampuan seseorang itu dikembangkan? Jika kita memendam potensi kita, itu sama halnya kita membuang berlian yang dikasih oleh orang tua kita. Bayangkan saja, apa yang akan terjadi jika messi menjadi seniman? Tentu hasilnya tidak akan semaksimal dengan apa yang ia peroleh sekarang. Oleh karena itu, kita sebaiknya mengembangkan potensi apa yang telah dianugerahkan Allah kepada kita agar kita tidak menyia-niyakannya begitu saja.
Ini hanya pendapat saya, walaupun demikian kalian harus tetap belajar darimanapun sumbernya, jika ada perkataan yang kurang berkenan mohon maaf.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar