Sudahkah kita Islam? Mungkin
pertanyaan saya kali ini sedikit konyol, kenapa? Kan saya sudah syahadat,
shalat, zakat, puasa, dll, jelaslah saya Islam. Ya, memang yang telah
disebutkan tersebut adalah rukun Islam, rukun yang harus dijalankan dalam
beragama Islam. Tapi... Apakah anda sudah yakin jika rukun-rukun tersebut sudah
diterima oleh Allah Subhanahu wa ta’ala? Sebelumnya lagi nih, apakah anda sudah
yakin syahadat kita sudah diterima? Mas, kan syahadat itu yang penting ucapan
dan hatinya, ya memang benar, tetapi selain hati dan ucapan, kita pun harus
memiliki tanggung jawab terhadap apa yang kita ucapkan. Sebagai contoh, jika
kita mempunyai dan memimpin suatu perusahaan, kita meyakini dengan sepenuh hati
dan telah memberitakannya bahwa perusahaan kita akan sukses disebabkan peluang
kesuksesannya tinggi, tetapi kita tidak mengetahui dan mempunyai langkah-langkah
yang kongkret untuk mensukseskannya secara mendetail. Sehingga pada akhirnya
perusahaan kita bangkrut. Inilah salah satu contoh kita harus bertanggung jawab
terhadap apa yang kita ucapkan dan kita yakini.
Ketika zaman kenabian, Abu Jahal pun
mengetahui segala konsukensi terhadap kalimat syahadat, sehingga sekalipun
tidak mau mengucapkan kalimat syahadat. Apakah kalian tau, siapa Tuhan Abu
Jahal dan pengikutnya? Latta, Uza? Salah, Tuhan mereka adalah Allah Subhanahu
wa ta’ala, tetapi mereka menjadikan Latta dan Uza sebagai sesembahan selain
Allah. Oleh karena itu makna syahadat yang sebenarnya adalah, bukan tiada Tuhan
selain Allah, melainkan tiada sesembahan selain Allah. Kedua kalimat ini jelas
mengandung arti yang berbeda. Sesembahan berarti, Idol jika dalam bahasa
Inggris, oleh karena itu sesembahan lebih berarti kepada “Sesuatu yang dapat
memberi manfaat dan menolak mudharat”. Contohnya, ada penyanyi asing yang
sangat terkenal, misal anda menjadikan penyanyi tersebut sebagai idola anda,
secara tidak anda ketahui anda telah menjadikan sesembahan selain Allah,
mengapa? Karena hati anda akan tertuju ke penyanyi tersebut, cita-cita dan
tujuan hidup anda tidak jauh dari penyanyi tersebut, dan anda akan
terkagum-kagum dan bangga dengan sebangga-bangganya jika dapat berbicara
dengannya seakan-akan mendewakannya. Wah... terlalu banyak intronya, untuk
selanjutnya mari kita simak artikel yang bersumber dari tulisan orang lain. Dan
mungkin artikel ini sangat panjang, oleh karena itu siapkan sedikit kopi untuk
menenangkan anda, selamat membaca!!! :)
Dalam syahadat terdapat rukun dan
syarat yang harus diketahui dan dikerjakan oleh seorang muslim karena tanpa
mengerjakannya kita bukanlah pemeluk Islam. Dalam syahadat pun terdapat 2
kesaksian yaitu Laa Ilaaha Illa Allah dan Muhammad Rasulullah. Oleh karena itu
kita akan membaginya mulai dari Rukun dan Syarat Laa Ilaaha Illa Allah dan
diikuti Muhammad Rasulullah.
A. 2 Rukun syahadat Laa Ilaaha Illa Allah adalah:
1. Kufur kepada Thogut (An Nafyu)
An
Nafyu yaitu, Meniadakan, Menolak, Menafikan, Menghilangkan, Menjauhi,
Mengosongkan seluruh sembahan selain Allah, inilah makna Kufur kepada Thagut.
Thagut adalah seluruh yang diibadahi, dipatuhi, ditunduki, diikuti, ditaati
selain Allah dan apa-apa yang bertentang dengan apa yang diturunkan Allah.
Thogut ada berupa benda mati seperti, batu, pohon, keris, laut, dan apa saja
yang diyakini dapat memberi manfaat dan menolak bencana, diagungkan dan dikeramatkan
lalu didatangkan dengan tujuan meminta berkah dan menolak bala. Thogut juga ada
yang hidup dan dia ridha dipatuhi, diikuti, dan ditaati dalam urusan yang
bertentangan dengan apa yang Allah tetapkan. Dapat berupa, pemimpin, ulama,
dukun, kepala adat, dan siapa saja yang memerintahkan dan menetapkan perkara
yang bertentangan dengan yang Allah turunkan.
Allah
lebih dulu memerintahkan hambanya untuk menjauhi thagut sebelum beribadah
kepada-Nya (iman billah). Sebab tidak mungkin seorang hamba itu bisa memurnikan
ibadahnya kepada Allah tanpa lebih dulu mengosongkan sembahan-sembahan selain
Allah. Ibaratnya gelas yang tercampur najis, harus dibersihkan dahulu najisnya
lalu diisi dengan air bersih. Syeikh Abdurrahman ibn Hasan ibn Muhammad
rahimahullah berkata: “Ulama telah sepakat. Baik salaf maupun khalaf dari
kalangan sahabat dan tabi’in, para imam dan semua ahlu sunnah bahwa belum
dianggap muslim kecuali dengan cara mengosongkan diri dari syirik akbar dan
melepaskan diri darinya”. “Tidak ada paksaan dalam memeluk Islam, telah jelas
jalan hidayah dan jalan kesesetan. Maka barangsiapa yang kufur kepada thagut
(An Nafyu) dan iman kepada Allah (Al Itsbat). Sungguh dia telah memgang tali
yang amat kokoh (Laa ilaaha illa Allah) yang tidak akan putus...” (Q.S.
Al-Baqarah: 256).
2. Iman Kepada Allah (Al Itsbat)
Iman
kepada Allah mengharuskan Al Itsbat. Al Itsbat yaitu menetapkan Allah satu-satunya
yang diibadahi, dipatuhii, ditaati, ditunduki, dan diagungkan. Memurnikan ibadah
hanya kepada-Nya saja.
Inilah kedua rukun tauhid, manakala
ada seseorang yang belum memenuhi salah satunya, maka Islam belum masuk dalam
pangkuannya. Sebagaimana shalat dan ibadah-ibadah mahdhah lainnya juga
mempunyai rukun. Shalat yang tidak memenuhi rukun maka dianggap tidak sah atau
batal shalatnya. Begitupun rukun Laa Ilaaha Illa Allah ini, bilamana ada orang
yang belum memegang kedua rukunnya, maka dia bukan muslim. Karena inti dari
ajaran dan sebab diutusnya seluruh Nabi dan Rasul adalah untuk mentauhidkan
Allah.
B. 7 Syarat Diterimanya Laa Ilaaha Illa Allah
1. Ilmu
Syarat
adalah sesuatu yang dengan ketiadaannya mengakibatkan ketiadaan suatu urusan.
Maka jika sebagian syarat atau semuanya tidak ada maka disyaratkan pun menjadi
tidak ada. Syarat Laa Ilaaha Illa Allah yang pertama adalah ilmu, maka ketika
ilmu/pengetahuan tentang hal ini tidak ada, maka pengucapan Laa Ilaaha Illa
Allah ini (suatu yang dipersyaratkan) menjadi tidak ada.
Kafir
Quraisy dahulu sangat memahami kalimat tauhid ini, sebab mereka orang arab,
mereka mengetahui seluk beluk bahasa arab. Mereka tidak berani mengucapkannya
bukan karena tidak paham maknanya, justru karena paham terhadap kandungannya
yang memiliki konsekuensi, yaitu, meninggalkan seluruh sembahan selain Allah.
Itulah ketika Nabi menyeru mereka: “Katakanlah, Tidak ada Ilah yang berhak diibadahi
selain Allah, niscaya kalian akan beruntung” (HR. Ahmad). Mereka pun berkata:
“Apakah dia menjadikan Tuhan-Tuhan itu Tuhan yang satu saja? Sungguh ini
benar-benar suatu yang sangat mengherankan” (QS. Shad: 5). Jika anda mengetahui
bahwa orang-orang kafir quraisy yang bodoh sekalipun memahami kalimat tauhid
ini, maka sungguh sangat mengherankan bagi orang yang mengaku memeluk Islam
tapi tidak menetahui penafsiran kalimat tauhid ini (Kitab Kasyfus Syubhat).
Ilmu
adalah suatu pengetahuan yang dilandasi nash. Dalilnya firman Allah: “Maka
ketahuilah, tidak ada Ilah yang haq diibadahi selain Allah...” (QS. Muhammad:
19). Yang menjadi syahid (kata kunci) dari ayat ini adalah, kalimat “ilam
(ketahuilah/ilmuilah)”. Ini menunjukkan pemahaman/mengilmui lebih didahulukan
daripada ucapan dan perbuatan. Dari Utsman Radiallahu ‘anju, Nabi bersabda:
“Barangsiapa mati sedang dia mengetahui (meyakini) bahwasannya tidak ada Ilah
yang haq diibadahi selain Allah, maka dia masuk surga” (HR. Muslim). Yang
menjadi syahid (kata kunci) dari hadist ini adalah, kalimat: “sedang ia
mengetahui”. Orang yang mati menugcapkan syahadat itu akan masuk surga dengan
memenuhi syarat. Syaratnya adalah mengetahui/mengilmui kalimat syahadat yang
diucapkannya itu. Maka jika syarat ini tidak ada, maka yang dipersyaratkannya
pun tidak ada.
Perlu
diketahui, bahwa diantara 7 syarat diterimanya Laa Ilaaha Illa Allah ini tidak
sekedar dihafalkan, tapi harus diamalkan. Walaupun ketika diminta menyebutkan
dengan nash-nashnya ia tidak bisa menyebutkan dan menghafal dengan baik, namun
jika dia komitmen mengamalkannya maka dialah ahlu tauhid. Sebaliknya, ada orang
yang ketika diminta menyebutkan syarat-syarat kalimat tauhid ini satu persatu
dengan nash-nashnya, dia mampu menyebutkan dengan lancar, dengan hafalan yang
baik, namun jika dia mengamalkan apa yang bersebrangan dengan kalimat tauhid
ini, bahkan sampai menodainya, maka tetaplah dia tidak bisa disebut ahlu tauhid
melainkan musyrik. Allahu’alam.
2
Yakin
Yakin
kalimat tauhid yang tidak ada Syakn (keraguan) sama sekali, yang dibangun atas
dasar kekuatan dan kesempurnaan ilmu, sebagai perwujudan dari kesempurnaan
pengetahuan terhadap maknanya. Dengan demikian, keyakinan merupakan syarat,
sehingga jika syarat tidak terpenuhi maka tidak ada pula yang menjadi objek
syarat itu.
Syakn
(keraguan) itu adalah ragu atau bimbang. Dalam ushul fiqih syakh artinya dua
hal yang memiliki kemungkinan yang sama, sehingga tidak dapat dipastikan mana
diantara keduanya yang lebih tepat untuk dipilih. Maka orang yang masih ada
syakh (ragu) di hatinya akan kalimat tauhid, belum memenuhi syarat. Dalilnya
firman Allah: “Sesungguhnya orang-orang mukmin yang sebenarnya adalah mereka
yang beriman kepada Allah dan RasulNya, Kemudian Mereka Tidak Ragu-Ragu dan
mereka yang berjihad dengan harta dan jiwanya di jalan Allah...” (QS.
Al-Hujurat: 15). Yang menjadi syahid (kata kunci) dalam ayat ini, bahwa
kebenaran iman kepada Allah dan RasulNya itu tidak boleh ada keraguan
sedikitpun. Dari Abu Hurairah, Rasulullah bersabda: “Tidaklah seorang hamba
berjumpa Allah dengan kedua kalimat syahadat, tanpa adanya keraguan sama
sekali, melainkan dia pasti masuk surga” (Kitab As shahih). Yang menjadi syahid
dalam hadits ini adalah sabda Rasulullah “tanpa adanya keraguan”. Nabi
mensyaratkan ketidakraguan dalam kalimat syahadat tersebut agar dapat masuk
surga. Karena keraguan bertentangan dengan keyakinan dan keraguan merupakan
kekufuran. Ketika mendengar hadist-hadist yang menjamin surga bagi siapa yang
menucapkan syahadat, banyak diantara muslim yang memahami hanya sekedar
mengucap tanpa memerhatikan dan tidak mau tahu apa makna kandungan kalimat
tersebut. Padahal kalimat syahadat ini memiliki syarat, rukun, dan pembatal.
Memiliki makna, kandungan dengan segala konsekuensinya. Mereka pasrah hanya
mengucapkan lalu berpangku tangan, dan berkeyakinan seakan hanya dengan
mengucapkan saja itu sudah aman dan terjamin. Kami nasehatkan, pelajarilah
Agamamu, Allahu’alam.
3.
Ikhlas
Secara
bahasa ihlas artinya pemurnian. Secara syar’i ihlas adalah memurnikan seluruh
ibadah hanya kepada Allah didasari rasa cinta. Membersihkan seluruh ibadah dari
syirik. Yahudi juga beribadah kepada Allah didasari rasa cinta. Nasrani juga
beribadah kepada Allah didasari rasa cinta. Kafir quraisy juga beribadah kepada
Allah didasari rasa cinta. Kaum musyrikun dan quburiyun juga menyembah Allah
didasari rasa cinta. Kaum demokrat, sekularis, pluralis, nasionalis, dan
penganut paham-paham syirik lainnya juga menyembah Allah didasari rasa cinta.
Perbedaannya, mereka menyembah Allah didasari cinta namun disamping menyembah
Allah mereka juga mengambil Tuhan-Tuhan tandingan selain Allah. Yahudi dan
Nasrani disamping menyembah Allah, mereka juga mengangkat Uzair dan Isa sebagai
Tuhan tandingan. Kafir quraisy disamping menyembah Allah, mereka juga mengambil
berhala replika orang-orang shalih sebagai Tuhan tandingan. Kaum quburiyun
disamping menyembah Allah, mereka juga mengangkat penghuni kubur yang semasa
hidupnya dikenal shalih sebagai Tuhan tandingan. Kaum demokrat dan kaum
penganut paham-paham sesat lainnya disamping mereka menyembah Allah, mereka
juga mengangkat Arbab mindunillah (Tuhan-Tuhan selain Allah), Tuhan-Tuhan palsu
yang menyaingi Allah. Menyaingi Allah dalam Rububiyahnya dalam hal tasyri’/membuat
syariat. aturan, undang-undang sebagai Tuhan tandingan. Padahal Allah tidak
memerintahkan sekedar beribadah, tapi memurnikan ibadah hanya kepadanya dan
mengosongkan diri dari seluruh sembahan, menjauhi syirik dan para pelaku
syirik. Dalilnya firman Allah: “Padahal mereka hanya diperintah menyembah Allah
dengan ikhlas, menaatinya semata-mata karena (menjalankan) agama...” (QS.
Al-Bayyinah: 5). “Ingatlah, hanya miliki Allah agama yang murni (dari
syirik)...” (QS. Az-Zumar: 3). Dari Abu Hurairah, Nabi bersabda: “Orang yang
paling berbahagia dengan Syafaatku adalah orang yang mengucapkan: Laa Ilaaha
Illa Allah, secara tulus dari lubuk hatinya atau jiwanya” (Kitab As Shahih).
Syahid dari hadist ini adalah kalimat “secara tulus (ikhlas)”.
Ikhlas adalah salah satu syarat sah
syahadat, maka siapa saja yang tidak mengikhlaskan ibadahnya hanya untuk Allah,
maka dia tidak akan mencapat syafaat dan dia tetaplah musyrik. Karena tidak
akan pernah hamba itu benar-benar bebas dari kesyirikan sampai dia benar-benar
mengikhlaskan/memurnikan ibadahnya hanya kepada Allah saja. Dan tidak akan
pernah bisa seorang hamba itu benar-benar memurnikan ibadahnya hanya kepada
Allah semata sampai dia menjauhi segala bentuk kesyirikan dan pelaku
kemusyrikan itu.
4.
As Shidq (Jujur)
Jujur mengucapkan kalimat syahadat
yang berkesesuaian antara ucapan, keyakinan, kenyataan. Lawan dari kata jujur
adalah dusta. Orang yang tidak sesuai antara perkataan, keyakinan, dan
perbuatan, ciri kaum munafik. Dalilnya firman Allah: “Dan diantara manusia ada
yang berkata: ‘Kami beriman kepada Allah dan hari akhir’, padahal sesungguhnya
mereka itu bukanlah orang-orang beriman”. (QS. Al-Baqarah: 8). 4 ayat
sebelumnya menjelaskan sifat orang mukmin, dilanjutkan 2 ayat tentang sifat
orang kafir. Kemudian ayat ini (lebih dari sepuluh ayat) membahas sifat kaum
munafik karena keadaan mereka tidak seperti kaum kafir yang menampakkan
kekufurannya, dan juga tidak sebagai mukmin sejati yang mudah dikenali sehingga
perlu diwaspadai. Itulah kenapa porsi menceritakan kaum munafik lebih banyak.
Allah secara panjang lebar membahas berbagai sifat mereka, bahkan ada satu
surah dikhususkan bagi kaum munafik. Maka kenalilah sifat-sifat dan ciri-ciri
kemunafikan, barangkali ada diantara sifat dan ciri itu pada kita, agar kita
bersegera menjauhi sifat itu. Ayat ini sebagai dalil yang menunjukkan bahwa
jujur merupakan salah satu syarat sah Laa Ilaaha Illa Allah, sedangkan lawannya
adalah dusta. Dari Mu’adz radiallahu ‘anhu, Rasulullah bersabda: “Tidaklah
seorang bersaksi bahwa tidak ada Ilah yang berhak diibadahi selain Allah dan Muhammad
adalah hamba dan RasulNya dengan jujur dari dalam hatinya, melainkan Allah
mengharamkannya dari Neraka”. Syahid dari hadist ini adalah kalimat “jujur dari
dalam hatinya”, maka dari itu, Nabi mensyaratkan kejujuran dalam pengucapan dua
kalimat syahadat.
5.
Mahabbah (Cinta)
Lawan
dari cinta adalah benci. Maka ketika ada seorang muslim yang membenci kalimat
tauhid ini, atau membenci salah satu dari syariat Allah, baik berupa perintah
dan larangan, kewajiban dan sunnah, halal dan haram, hukum-hukum Allah yang
telah ditetapkan seperti: Qhisas, jihad, rajam, memenggal leher kafir harbi,
memerangi kafir harbi, ta’addud (poligami), memelihara jenggot dst... Maka dia
belum memenuhi syarat Laa Ilaaha Illa Allah, meskipun dia mengamalkannya.
Ketika ada seorang muslim yang mengamalkan kewajiban-kewajiban dan sunah-sunah,
misalnya: Shalat dhuha, shalat lail, berhijab, berjihad, poligami, dan
memelihara jenggot, namun membencinya, semua itu dilakukan hanya karena
tuntutan, maka muslim seperti ini belum memenuhi syarat sah syahadat, bahkan
dia kafir. Silakan ruju’ pada pembahasan pembatal Islam ke 5 yaitu: Membenci
sesuatu yang dibawa Rasulullah meskipun dia mengamalkannya. Cinta ini menuntut
setiap muslim untuk mencintai Allah dan apa-apa yang dicintai Allah. Mencintai
RasulNya dan apa-apa yang dicintai Rasulullah dan mencintai orang-orang yang
mencintai Allah dan RasulNya. Dan menuntut setiap muslim membenci apa-apa yang
dibenci Allah, membenci apa-apa yang dibenci RasulNya, dan membenci siapa saja
yang membenci Allah dan RasulNya. Dalilnya firman Allah: “Dan diantara manusia
ada orang-orang yang menyembah tandingan-tandingan selain Allah, mereka
mencintainya sebagaimana mereka mencintai Allah. Adapun orang-orang yang
beriman amat sangat cintanya kepada Allah...” (QS. Al-Baqarah: 165). Allah
menceritakan perihal orang-orang musyrik yang menyamakan kecintaannya kepada
Allah dan juga kepada selain Allah. Mereka mengambil tandingan-tandingan selain
Allah untuk diagungkan akibat kebodohan dan kurangnya pengetahuan mereka akan
Allah. Sehingga mereka merealisasikan cintanya dengan cara yang menyimpang dari
tauhid. Adapun bagi muslim, disebabkan kecintaannya pada Allah melalui
kesempurnaan pengetahuan mereka akan Allah, itulah yang menjadikan mereka amat
besar cintanya pada Allah, sehingga mereka merealisasikan cintanya dalam wujud
yang benar.
6.
Inqiyad (Patuh)
Tauhid
menuntut kepatuhan dan ketundukan secara totalitas bagi yang mengucapkannya.
Banyak orang yang mengaku mengetahui makan kalimat tauhid: Ikhlas, Jujur, dan
Yakin, tetapi jika diperintah atau dilarang mengerjakan sesuatu yang telah
ditetapkan oleh Allah, dia tidak mau melaksanakannya. Orang semacam ini belum
dikatakan tunduk. Karena tunduk, pasrah, dan patuh itu menuntuk amalan.
Tunduk
lawan dari membangkang. Maka orang yang tidak mau merealisasikan tauhid dalam
bentuk amalan dia adalah pembangkan. Abu Thalib juga mengetahui kebenaran
risalah yang dibawa keponakannya, yakni Muhammad Shallallahu ‘Alaihi wasallam.
Namun sekedar mengetahui tanpa mau tunduk, itu sama sekali tidak bermanfaat.
Dalilnya firman Allah: “Dan kembalilah kepada Rabbmu dan berserah dirilah
kepadaNya...” (QS. Az-Zumar: 54). Islam adalah berserah diri kepada Allah,
patuh, tunduk, melakasanakan semua perintah yang wajib dan menjauhi semua
larangan. Menerima semua keputusan, ketetapan hukum, syariat yang ditrunkan
Allah. “Maka demi Rabbmu, mereka tidak beriman sebelum menjadikan engkau
(Muhammad) sebagai hakim dalam perkaran yang mereka perselisihkan, (sehingga)
kemudian tidak ada rasa keberatan dalam hati mereka terhadap putusan yang
engkau berikan, dan mereka menerima dengan sepernuhnya” (QS. An-Nisa: 65).
Allah bersumpah atas diri Nya, sebelumnya disebut kata “falaa” (sekali-kali
tidak), kemudian ditekankan lagi dengan kata “Laa yu’minuna” (mereka tidak
beriman). Sampai kapan??? Sampai menjadikan apapun yang diputuskan oleh
Rasulullah, apapun yang dibawa oleh Rasulullah, itulah yang benar yang harus
diyakini kebenarannya dan harus tunduk dijalankan lahir maupun batin. Tidak
sampai disitu, Allah mensyaratkan lagi dengan kata “haraj” (tidak keberatan).
Tidak ada keberatan dalam hati, tidak ada yang mengganjal di hati atas apa yang
dibawa Rasulullah dan apa yang diputuskan. Bahkan tidak sampai disitu, Allah
menyebutkan “wa yusallimu taslima” (dan mereka menerima dengan sepenuhnya).
Syahid ayat ini, jika mereka menjadikan dirimu (muhammad) sebagai hakim, maka
tidak ada bantahan, penolakan sedikitpun, bahkan sekedar mengganjal di hati.
Dan bukti dari itu semua, mereka pasti akan dengan senang dan sukarela menaati
dan mematuhi. Dan ketaatan itu pembuktian amal, sebab orang yang tidak menjalankan
dengan amalan dzahir itu adalah pembangkangan. Maka bagaimana lagi
pembangkangan bagi mereka yang tidak mau tunduk pada hukum-hukum Allah? Dan
bagaimana lagi bagi mereka yang justru bahkan mengubah hukum-hukum Allah???
7.
Al Qobul (Menerima)
Menerima
lawan dari menolak. Orang yang menolak satu saja nash, baik dari Al Qur’an
maupun hadist yang shahih, dia itu belum tergolong orang yang memenuhi syarat
sah Laa Ilaaha Illa Allah. Biasanya penolakan ini terjadi disebabkan karena
tidak sesuai akal dan logikanya, atau tidak sesuai menurut adat, budaya, dan
kebiasaannya di masyarakat dimana ia tinggal, dan sudah terbiasa dalam kondisi
itu sejak lahir atau tidak sesuai dengan zaman menurut akalnya yang lemah. Dia
menginginkan agama itu harus mengikuti zaman, padahal yang benar adalah zaman
itu yang mengikuti Agama, atau karena taqlid (ikut-ikutan) kepada Syeikhnya,
ustadnya, habibnya, dan kelompoknya, atau disebabkan karena kesombongan.
“Sungguh dahulu apabila dikatakan kepada mereka: Laa Ilaaha Ilaa Allah, mereka menyombongkan
diri, dan berkata: ‘Apakah kami harus meninggalkan sembahan kami hanya karena
seorang penyair gila?’” (QS. As-Shaffat: 35-36). Kalau kita mau memikirkan
firman Allah di ayat ini, lalu kita hubungkan dengan realitas umat hari ini,
maka kita mendapati ada kesamaan. Kita menyerukan untuk menjadikan Allah
satu-satunya yang diibadahi, mereka malah menjadikan Tuhan-Tuhan itu banyak.
Ada yang menyembah pemimpin, yaitu menaatinya dalam perkara menghalalkan yang
haram dan mengharamkan yang halal. Ada yang menyembah dewan terhormat, dalam
hal tasyri’ (membuat syariat/uu, aturan) yang menyaingi Allah dalam
Rububiyahnya. Ada yang menyembah alim ulama, dalam hal mengikuti fatwa-fatwanya
yang bertentangan dengan hukum-hukum Allah.
Ada yang menyembah ideologi dan memiliki jalan selain Islam. Sebab
ideologi adalah manhaj, jalan hidup, sunnah/kebiasaan, metodologi, pola fikir.
Dan semua ideologi-ideologi dan isme-isme selain Islam adalah bathil, sesat
lagi syirik. “Mereka menjadikan orang-orang alim (Yahudi) dan rahib-rahibnya
(Nasrani) sebagai tuhan selain Allah, dan (juga) Al-Masih putra Maryam, padahal
mereka hanya disuruh menyembah Tuhan Yang Maha Esa, tidak ada tuhan selain Dia
dari apa yang mereka persekutukan” (QS. At-Taubah: 31). Menjadikan injil dan taurat
saja sebagai manhaj hidup, Rasulullah katakan tersesat. Bahkan sekiranya Nabi
Musa hidup sezaman dengan Rasulullah lalu Musa tidak mengikuti Rasulullah, Musa
akan divonis sesat dan ditetapkan azab di akhirat. Maka bagaimana lagi yang
selain Nabi Musa? Bagaimana bisa seseorang itu mengaku muslim sementara ia
mengambil jalan selain Islam? Maka siapapun yang mengaku muslim namun tidak mau
menerima dan tunduk pada apa-apa yang diturunkan Allah melalui RasulNya maka
dia belum memenuhi syarat yang ke 7 ini.
C. 2 rukun syahadat Muhammad Rasulullah adalah: Hamba dan
utusannya. Kedua rukun ini menafikan/meniadakan:
1. Ifrath (berlebih-lebihan)
Rasulullah
juga seorang hamba, yang juga menyembah Allah. Diciptakan dari bahan yang sama.
Beliau juga lapar, ngantuk, tidur, makan, minum, merasakan sakit, sedih, takut,
harap, tertawa, menangis. Tidak mengetahui yang ghoib, baik masa lalu dan yang
akan datang kecuali apa yang disampaikan Allah melalui Jibril dan berlaku apa
yang berlaku bagi orang lain.
Kita
menafikan sifat Ifrath (berlebih-lebihan) kepada beliau. Tidak memposisikannya
sebagai Rabb sebagaimana kaum Nasrani yang menyembah Nabinya. Juga tidak
seperti sufi ekstrim yang meyakini bumi dan segala isinya diciptakan dari
cahaya Rasulullah, juga tidak menyanjungnya melebihi batasan Syar’i.
“Katakanlah, sesungguhnya aku ini hanya seorang manusia seperti kamu...” (Q.S.
Al Kahfi: 110).
2. Tafrith (meremehkan)
Selain
menafikan Ifrath (berlebih-lebihan) kepada Rasulullah, kita juga wajib
menafikan Tafrith (meremehkan) beliau dalam hak-haknya. Menerima apa yang
dibawa Rasul dan meninggalkan apa yang dilarang. “...Apa yang diberikan Rasul
kepadamu maka terimalah dan apa yang dilarang bagimu tinggalkanlah...” (Q.S.
Al-Hasyr: 7).
Menaatinya
sama dengan menaati Allah. “Barangsiapa menaati Rasul, sungguh dia telah
menaati Allah” (Q.S. An-Nisa: 80).
Membelakangi
risalah yang dibawanya dapat menghapus pahala. “Wahai orang-orang beriman!
Taatlah kepada Allah dan taatlah kepada Rasul dan janganlah kamu merusakkan
segala amalmu” (Q.S. Muhammad: 33).
Tidak
mengangkat suara lebih tinggi dan lebih keras. “Wahai orang-orang beriman!
Janganlah kamu meninggikan suaramu melebihi suara Nabi, dan janganlah kamu
mengatakan kepadanya dengan suara keras sebagaimana kerasnya suara sebagian
kamu terhadap yang lain, nanti (pahala) segala amalmu bisa terhapus sedang kamu
tidak menyadarinya” (Q.S. Al-Hujurat: 2).
Meninggikan
suara kepada Rasul saja dapat membatalkan pahala, bagaimana lagi jika
membelakangi ajarannya, dan bagaimana lagi jika menghalang-halangi ajarannya,
bahkan memerangi orang-orang yang hendak mengamalkan syariatnya? Mencintainya
melebihi kecintaan kepada seluruh manusia meskipun kedua orang tua bahkan diri
sendiri. Dan bukti kecintaan kita adalah dengan mengikutinya. Cinta dan ampunan
Allah akan berpihak pada kita selama kita mengamalkan, menaati, mencintai, dan
mengikuti syariat Rasulullah. “Katakanlah (Muhammad): jika kamu mencintai Allah
ikutilah aku, niscaya Allah mencintaimu dan mengampuni dosa-dosamu...” (Q.S.
Ali-Imran: 31). Adapun syarat Syahadat Muhammad Rasulullah sama dengan ke 7
syarat Laa Ilaaha Illa Allah.
Setelah
mengetahui rukun dan syarat syahadat di atas, alangkah baiknya kita merenungkan
diri dan bermuhasabah apakah kita sudah Islam. Insya Allah saya akan
melanjutkan artikel-artikel yang akan mendatang dalam jangka waktu yang tidak
dapat ditentukan.
Sumber: https://www.youtube.com/watch?v=cG9le1pYoKo
Tidak ada komentar:
Posting Komentar